Pencairan Lapisan Es Memperburuk Pemanasan Global
Pencairan Lapisan Es Memperburuk Pemanasan Global
Permafrost atau lapisan es di Arktik, saat ini mengalami pencairan
akibat pemanasan global. Proses geologi ini melepaskan jumlah karbon jauh lebih
besar daripada efek rumah kaca. Analisa ini diperoleh dari studi
internasional Denmark yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature. Salah
satunya Per Roos, seorang peneliti senior di DTU Riso, Laboratorium
Nasional untuk Energi Berkelanjutan di bawah Technical University of Denmark
(DTU).
Permafrost di Arctic / Credit:
Celsias
Ilmuwan
sudah mengetahui sejak lama bahwa pencairan lapisan es di Arktik merupakan
sumber emisi gas setara efek rumah kaca yang memenuhi atmosfer, tapi
mereka belum meyakini ukuran emisi tersebut dengan konsekuensi perkembangan
alam lebih lanjut lebih memprihatinkan. Karbon dengan jumlah yang sangat besar
tersimpan dalam lapisan es, adanya pemanasan global akan semakin
menambah jumlah karbon dioksida di atmosfer.
Permafrost
banyak ditemukan, tapi karakteristik ini lebih dominan berada di sepanjang
garis pantai Siberia, sekitar 7000 km timur Kutub Utara. Lapisan tanah disini mencapai 30
meter telah dibekukan secara permanen dengan suhu dibawah 0 derajat Celcius
selama ratusan ribu tahun. Permafrost berfungsi sebagai penopang garis pantai,
tapi setelah pencairan es lapisan-lapisan tanah mengikis dan runtuh ke dasar
laut. Bahan-bahan yang terkikis itu mengandung jutaan ton karbon kuno yang
disimpan utuh dalam lapisan beku permafrost. Dengan cara ini, karbon kuno yang
tersimpan sebelumnya menambah pemanasan
global.
Permafrost
di wilayah Kutub Utara diteliti melepaskan 44 juta ton karbon dioksida ke
atmosfer setiap tahun, sedangkan bahan bakar fosil melepaskan 6000 hingga
7000 juta ton per tahun. Nilai yang kecil, tapi pelepasan karbon dioksida di
Kutub Utara sangat mempengaruhi pemanasan global.
Aerosol Kurangi Radiasi Matahari Dan Cegah Pemanasan Global
Sebuah
analisis baru muncul, metode ini menggunakan material halus Aerosol yang
disebarkan ke atmosfer menggunakan pesawat khusus. Metode penyebaran aerosol
guna mengurangi radiasi matahari ke bumi yang akan mengurangi dampak pemanasan
global dan menunjukkan bahwa hal tersebut sangat memungkinkan dengan biaya
terjangkau.
Analisis
geoengineering diterbitkan Institute of Physics (IOP) Publishing’s Journal
Environmental Research Letters, 31 Agustus 2012. Menyatakan bahwa
penelitian teknologi saat ini sangat memungkinkan dan bisa diimplementasikan
dalam berbagai bentuk berbeda dengan biaya kurang dari 5 miliar dollar per
tahun. Biaya untuk mengurangi emisi karbon dioksida saat ini diperkirakan
antara 0,2 hingga 2,5 persen dari anggaran teknologi yang ada atau setara dengan
USD 200 hingga USD 2000 miliar hingga tahun 2030.
Analisis
Solar Radiation Management (SRM) menginduksi efek serupa terhadap
pengamatan tersebut setelah terjadinya letusan gunung berapi, pencairan lapisan
es, namun para penulis menyatakan bahwa hal itu bukanlah strategi pilihan dan
analisis tersebut hanya bisa dilakukan setelah penyelidikan menyeluruh, risiko
dan implikasi biaya yang berkaitan dengan isu-isu ini.
Para
penulis analisis ini mengingatkan bahwa pengurangan efek radiasi matahari
tersendat dengan bertambahnya konsentrasi gas emisi di atmosfer maupun kenaikan
kandungan asam dari lautan, diantaranya pencairan lapisan es yang berujung
pengikisan tanah ke dasar laut. Mereka mencatat bahwa penelitian lain telah
menunjukkan efek radiasi matahari yang tidak seragam justru akan menyebabkan
perubahan suhu dan curah hujan berbeda di negara yang berbeda. Dalam studi
tersebut, para peneliti dari Aurora Flight Sciences, Harvard University dan
Carnegie Mellon University, melakukan analisis biaya rekayasa pada enam sistem
yang mampu memberikan 1-5 juta metrik ton material pada ketinggian 18-30 km.
Pesawat yang ada dirancang pada ketinggian maksimum hingga 30 km, dan pesawat
hibrida baru dilengkapi dengan roket yang akan membawa gas ataupun material
halus ke atmosfer.
Berdasarkan
penelitian yang ada dalam manajemen radiasi matahari, para peneliti melakukan
analisis mereka untuk sistem yang dapat memberikan kontribusi sekitar satu juta
ton Aerosol setiap tahun pada ketinggian antara 18 hingga 25 km di berbagai
lintang 30°N dan 30°S wilayah Amerika.
Studi
ini menyimpulkan bahwa dengan menggunakan pesawat akan mempermudah analisis,
termasuk manufaktur teknik dan operasi. Pengembangan baru pesawat khusus
tampaknya menjadi pilihan yang paling murah dengan biaya sekitar 1 hingga 2
miliar dollar per tahun. Pesawat yang ada akan lebih mahal karena jenis yang
ada tidak dioptimalkan pada ketinggian yang diinginkan dan akan membutuhkan
modifikasi yang cukup mahal.
Meskipun
yang satu ini sepenuhnya hanya berupa teoritis, ide membangun pipa gas besar 20
km diatas atmosfer dan didukung platform helium mengambang, justru akan
menawarkan biaya terendah dibanding menyebarkan aerosol melalui pesawat.
Pembangunan pipa dan pengujian untuk memastikan keamanan, ketinggian, seluruh
sistem membawa ketidakpastian yang besar. Profesor Apt menyatakan,
mereka berharap penelitian ini akan membantu ilmuwan lain melihat metode baru
yang lebih baik untuk menyebarkan partikel aerosol dan membantu mereka untuk
mengeksplorasi metode dengan peningkatan efisiensi hingga risiko lingkungan
akan berkurang.
Penelitian
ini jelas menyatakan bahwa mereka tidak berusaha untuk menjawab isu tentang
Aerosol di stratosfer, atau isu-isu risiko terhadap lingkungan, efektivitas
atau pemerintahan yang akan menambah biaya geoengineering manajemen radiasi
matahari. Dan saat ini, aerosol dianggap salah satu materi yang memenuhi syarat
guna mengurangi radiasi matahari, terlebih pemanasan global tahun ini semakin
meningkat.
Sumber
:
Komentar
Posting Komentar