Mengatasi Rintangan dalam Menulis


Mengatasi Rintangan dalam Menulis


Seorang penulis sesungguhnya adalah insan yang sama dengan insan yang lain. Setiap insan mempunyai rintangan dalam mencapai cita-citanya. Rintangan yang dihadapi beberapa orang boleh jadi sama, namun cara masing-masing orang memandangnya dan menyikapinya bisa berbeda-beda.

1)      Rintangan Internal
  Rintangan internal adalah rintangan yang berasal dari dalam diri kita sendiri. Karena berasal dari diri sendiri, rintangan ini cukup sulit diatasi, sesuai kaidah bahwa mengelola diri sendiri lebih sulit daripada mengelola orang lain. Selain itu, rintangan internal ini kerap kali kita remehkan, sampai akhirnya terbukti tidak dapat kita atasi. Berikut beberapa rintangan internal yang biasa dihadapi penulis:
a.       Sulitnya memulai
Banyak orang tidak menulis karena tidak tahu cara memulainya. Yang lain tidak berani menulis karena takut gagal. Banyak orang bilang bahwa setiap permulaan itu sukar - all beginnings are hard. Betulkah demikian?
Memulai menulis itu ibarat orang yang memulai lari kecil (jogging). Pada lima menit pertama, sendi-sendi kaki mengejang kaku dan tidak nyaman, napas mulai sesak, badan terasa berat. Pada lima menit kedua, kaki sudah semakin pegal dan napas sudah tidak mau berkompromi lagi. Pada lima menit ketiga, napas tersengal-sengal dan kaki sudah tidak mampu bergerak lagi dan orang tersebut akhirnya berhenti. Namun, bila kita bisa mengatasi lima belas menit pertama, kita dapat merasakan napas kita mulai terkontrol, kaki mulai tidak kaku, dan tenaga tetap ada. Setelah lima belas menit, kita bisa bertahan jogging minimal tiga puluh sampai empat puluh lima menit. Bila kegiatan ini kita lakukan setiap hari, kita akan ketagihan karena pegal-pegal dipinggang yang disebabkan oleh kelebihan kolesterol hilang. Badan pun semakin segar, pikiran semakin jernih, proses kerja pun semakin lancar.
Seorang ahli psikologi mengatakan bila kita berpikir bahwa kita bisa berhasil, kita akan berhasil. Sebaliknya, bila kita berpikir bahwa kita bisa gagal, kita sudah gagal. Ini juga berarti bahwa bila kita berpikir kita bisa berhasil, maka kita akan berhasil.
b.      Bayangan akan sulitnya mengatur waktu
         Bagi seorang penulis, waktu adalah peluang dan peluang itu tidak datang seperti kita mendapatkan undian berhadiah. Sebaliknya peluang harus dicari. Ini berarti, seorang penulis tidak boleh menyia-nyiakan waktu, melainkan harus memanfaatkan peluang untuk menindaklanjuti apa yang telah dikerjakannya. Banyak sekali calon penulis menyatakan dirinya tidak mempunyai waktu untuk menulis. Ini bertentangan dengan pernyataan bahwa “writers write while others do nothing.” – seorang penulis seharusnya dapat menulis pada (sela-sela) waktu dimana orang lain tidak melakukan apa-apa.
c.       Ketidakdisiplinan dalam menjalankan rencana 
                 Rencana yang semrawut adalah rencana yang sukar dilaksanakan. Bila rencana kita berantakan, kita akan bingung mau memulai dari mana. Rencana sebaiknya dikelompokkan menurut skala prioritas dan dilakukan sesuai dengan waktu yang tersedia dan kemampuan kita. Sedangkan berdisiplin berarti kita melakukan apa yang harus kita lakukan, bukan apa yang ingin kita lakukan. Jika kita tidak disiplin, kita akan terjerat dalam aktifitas yang menghamburkan waktu. Menghamburkan waktu adalah kegiatan yang dilakukan tanpa tujuan yang bermanfaat. Menghindarkan diri dari aktifitas yang membuang waktu sangat diperlukan seorang penulis.
d.      Menganggap remeh ide 
                Ide yang berlimpah, namun tidak ditulis dan dikelola bisa membingungkan. Kita perlu menuliskan ide-ide acak kita untuk kemudian dikelompokkan, lalu dipilah-pilah, dan akhirnya ide-ide yang tidak relevan disingkirkan. Setelah kita mendapatkan bayangan apa yang hendak kita tulis, pikirkan topik atau judul yang cocok untuk ide-ide itu. Aliran terus ide-ide itu dalam bentuk tulisan dengan mengacu pada judul-judul bab atau bagian dan subbabnya.
e.       Kurangnya rasa percaya diri
            Banyak orang memiliki perasaan kurang atau tidak percaya diri untuk menulis dan lebih banyak lagi orang yang tidak memiliki rasa percaya diri untuk mengirimkan naskah ke penerbit. Untuk menjadi orang yang percaya diri, memang diperlukan proses yang bertahap. Rasa percaya diri akan meningkan apabila terus dilatih.
f.       Kemalasan 
                 Pemalas itu sama buruknya dengan perusak. Sebagai contoh, tinjaulah korupsi, yakni fenomena yang menonjol di Indonesia. Korupsi adalah salah satu perwujudan kemalasan bekerja keras. Banyak sekali orang yang dikalahkan oleh rintangan kehidupan yang satu ini. Bagaimanapun  juga, orang yang teguh tidak akan terjerumus kedalam lumpur rintangan ini karena mereka menyadari seberapa fatal akibatnya.
g.      Sifat yang terlalu perfeksionis
               Semua orang senang merasakan dan melihat sesuatu yang sempurna (perfect). Dalam menulis buku, kesempurnaan memang mutlak diperlukan karena buku berfungsi sebagai model atau contoh yang harus bisa diteladani dan dipercaya. Namun demikian, sesungguhnya sangat disayangkan jika kesempurnaan sampai menghalangi kita mengirimkan naskah ke penerbit.

2)      Rintangan Eksternal
Rintangan eksternal adalah rintangan yang berasal dari luar diri kita. Kita tentu tidak mungkin bekerja sendirian dalam menulis dan menerbitkan buku. Kita memerlukan orang lain. Karena berasal dari luar diri kita, rintangan ini umumnya lebih mudah diatasi ketimbang rintangan internal. Berikut beberapa rintangan eksternal yang biasa dihadapi penulis:
a.       Kurangnya sarana 
             Seorang penulis yang benar-benar ingin menulis tidak akan memandang ketiadaan sarana sebagai sebuah rintangan yang besar. Sehingga ia akan mencari solusinya dengan semaksimal mungkin.
b.      Kurangnya narasumber 
          Narasumber sangat membantu kita dalam memverifikasi, mengonfirmasi, menjustifikasi, dan menyempurnakan gagasan kita. Narasumber yang bagus membuat tulisan kita memiliki nilai jual yang valid.
c.       Kurangnya referensi
          Perpustakaan adalah pusat informasi. Banyak informasi yang kita dapat peroleh di perpustakaan tanpa harus membeli buku.
d.      Ketidakmampuan penulis bekerja sama dengan rekan penulis
            Mengarang buku tidak selalu dilakukan secara perorangan. Kadang-kadang sebuah buku ditulis oleh sebuah tim yang terdiri dari dua orang atau lebih. Dalam hal ini bisa timbul masalah yang tidak pernah terbayangkan oleh penulis solo.
e.       Ketidakmampuan penulis bekerjasama dengan penerbit
         Sebuah penerbit yang bagus tidak akan mencetak begitu saja naskah dari penulis. Penerbit tersebut akan memeriksa kembali isi naskahnya, dan dalam banyak kasus, penerbit tersebut memberikan perbaikan-perbaikan dan bekerjasama dengan penulis. Disini perlu diingat bahwa kerjasama adalah hubungan yang dilandasi oleh adanya kpercayaan.
f.       Ketidakmampuan penulis menghadapi kritik
          Setelah sebuah naskah disusun, seorang penulis bisajadi menerima kritik atas isi naskah tersebut. Kritik tersebut bisa bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang hebat, dan kritik itu bisa berasal dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kritik bisa menjadi rintanagn bagi penulis. Seorang penulis harus berusaha menanggapi kritik tersebut secara proporsional. (Sutanto Leo, 2010: 11-18).

Sumber : Leo, Sutanto. 2010. Kiat Jitu Menulis dan Menerbitkan Buku. Jakarta: Penerbit Erlangga


Komentar

  1. Terima kasih atas reviewnya. Semoga bermanfaat bagi para calon penulis. Tuhan memberkati.

    Sutanto Leo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih kembali, bapak. Ilmunya sangat bermanfaat.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Tahannuts, Hijrah, Suluk, dan Khalwat

Seulas Pesan Tentang Hari Itu

Pencairan Lapisan Es Memperburuk Pemanasan Global